Nellys Soekidi, Bekas Pengamen Blok M jadi Juragan Beras
SIAPA sangka nasib seorang pengamen di
bilangan Blok M, Jakarta Selatan, ini akan menjadi pengusaha beraset Rp 8
miliar dan memiliki sebuah pabrik senilai Rp 3 miliar. Kerja keras, keuletan
dan kejujuran telah mengantarkan Nellys Soekidi (46), tidak hanya menjadi
pengusaha beras yang menguasai Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, tetapi juga
salah satu pengusaha yang menjadi andalan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).
Setiap
hari, Nellys menggelontorkan beras ke Pasar Cipinang dan juga ke tokonya
berlabel ‘Nellys Jaya’ yang tersebar di Jabodetabek sebanyak 30 ton dan untuk Bulog rata-rata 35 ton. Beras
diolah di sebuah pabrik modern seluas 7.000 meter persegi di kampung halamannya
Desa Sidarejo, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
"Saya
sekitar tiga tahun lalu masuk ke Bulog. Awalnya memasok beras hanya sekitar 10
ton itu pun numpang lewat perusahaan lain karena saya belum punya kontrak
dengan Bulog," kata pemilik pabrik beras berkapasitas 25 ton per hari ini.
Istilah
kontrak--sebelum Perum Bulog dipimpin Sutarto Alimoeso--di kalangan pengusaha
kecil ketika itu termasuk bagi Nellys adalah sebuah kata yang menyeramkan.
Kontrak hanya berpihak kepada pengusaha besar. Syaratnya sangat rumit termasuk
di antaranya kalau mau memasok beras ke Bulog harus memiliki lahan jemur dengan
luas tertentu.
"Pengusa
kecil seperti saya boro-boro memiliki atau mikirin lahan jemur. Intinya bahwa
pemasok beras ke Bulog harus pengusaha besar dan itu-itu saja," kenang
lulusan S2 manajemen (MM) Universitas Borobudur ini.
Kebijakan Sutarto yang merangkul pengusaha kecil (jaringan semut) untuk memasok beras, tidak hanya menguntungkan Bulog dari sisi pengadaan tetapi juga memberi kesempatan pengusahaan kecil menjadi besar.
Pengusaha
yang tidak memiliki atau tidak bisa memenuhi kontrak dapat menyalurkan berasnya
lewat Unit Pengolahan Gabah Bulog (UPGB). "Ada selisih harga memang. Tapi
itu wajar karena beras dari pengusaha kecil ini harus diolah lagi oleh
Bulog," kata Nellys yang kini tengah mengambil pendidikan hukum di
Universitas Jayabaya ini.
Menurut
Nellys, pengusaha itu memang tidak boleh menyerah. Bila saja saat itu dia putus
asa karena tak punya kontrak, anak buruh tani ini mungkin hanya sebatas jadi
pedagang beras. "Saya tak boleh nyerah dan ternyata ada respons positif
dari seorang Pak Sutarto. Saya tidak muji, tapi realitanya begitu seperti
pabrik kecil dirangkul akhirnya saya masuk UPGB," kata Nellys.
Ngamen di Blok M
Selepas
SMA tahun 1993, Nellys hijrah ke Jakarta untuk mengubah nasib. Tujuannya tentu
mencari pekerjaan dan membahagiakan kedua orangtuanya. Bayangan indah Nellys
itu ternyata hanya sampai stasiun kereta api. Melangkah dari sana, kehidupan
Jakarta itu sangat keras bagi yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan.
"Saya
terdampar tiga tahun di Blok M. Jadi pengamen cuma modal tiga lagu selama tiga
tahun di bus jurusan Blok M-Kalideres," tutur Nellys.
Atas
perantara seorang teman yang menjadi sopir, mengantarkan Nellys menginjakan kaki
di Pasar Induk Cipinang. "Teman saya di Blok M itu ternyata sopir. Sopir
itu megang kendaraan yang punya usaha di Cipinang. Akhirnya saya diajak
bantu-bantu di bagian pembukuan. Nggak ada gaji yang penting saya ikut aja.
Yang penting bisa nyambung hidup," tuturnya.
Saat
ikut orang, Nellys memiliki prinsip jangan pernah tercela. Meskipun tidak
digaji Nellys tidak tergiur dengan uang
yang dipegangnya. "Tapi saya belajar dari ilmu perdagangan. Itu yang saya
ambil. Saya ikut namanya Pak Samboy. Sekarang malah dia sudah nggak
dagang," katanya.
Modal
ternyata bukan segala-galanya. Tapi kejujuran yang utama. Suatu hari Nellys
mendapat relasi dari Cirebon namanya Haji Nadi. "Pak Nellys, ini tak kasih satu truk. Isi tujuh ton.
Tolong jualin tak kasih waktu
seminggu," kata Haji Nadi seperti ditirukan Nelis.
Beras
tandas terjual hanya dalam dua hari. Sebenarnya Nellys bisa saja memutar uang
yang didapatnya karena tenggat yang diberikan Haji Nadi satu minggu. "Tapi
saya tidak seperti itu. Uang saya pulangin. Padahal jujur, pada waktu itu tujuh
ton beras dengan harga per kilogram Rp 2.000
atau setara Rp 14 juta, sangat besar waktu itu," kata Nellys.
"Setelah
saya pulangin ternyata Pak Haji itu nambah kepercayaan kepada saya lagi.
Langsung dia kasih dua truk. Dia nggak nanya berapa waktunya yang penting kalau
habis dibayar," tambahnya.
Dari
hasil jual beras, Nellys mendapat keuntungan pertama Rp 8 juta. Keuntungan
tidak digunakan menambah modal melainkan dikirim ke orangtua dulu. Tujuan ke
Jakarta adalah mencari pekerjaan dan membahagiakan orangtua.
"Duit
boro-boro diterima. Karena dipikir
anaknya masih di Blok M jadi pengamen," kenang Nellys yang pertama
kali buka lapak di pasar dengan modal Rp 3 juta pada tahun 1993.
Jadi Motivator
Nellys
patut bangga karena kehidupannya sekarang tidak hanya berguna bagi keluarganya
tetapi bermanfaat bagi lingkungannya. "Minimal memotivasi kawan-kawan saya
yang memang kondisinya kurang lebih sama saat saya muda dulu," ujar bekas
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras
Indonesia (DPD Perpadi DKI Jakarta).
Menurut
Sekretaris Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang ini, kini terjadi perubahan
pola dipikir di desanya. Kalau dulu yang punya duit jual sawah masuk pegawai
negeri, sekarang malah banyak yang ingin jadi pengusaha.
"Sekarang
di daerah saya, jiwa kewirausahaan tumbuh lantaran termotivasi saya.
Kawan-kawan saya yang merantau belum mau nikah sebelum bisa membantu
orangtua," kata Nellys yang juga sibuk menjadi pembicara dalam berbagai
seminar.
Naluri
bisnis penggila motor gede (moge) ini tidak berhenti sampai di urusan beras.
Setelah sukses mendirikan pabrik penggilingan padi, Nellys juga merambah bisnis
jasa perawatan dan kebugaran tubuh dengan mendirikan pusat kebugaran di kawasan
Pondok Kopi, Bekasi Barat. Dan anggotanya sudah sampai 500 orang. Di sana
dijual pula berbagai macam produk makanan sehat, seperti susu kedelai, beras
merah, dan suplemen.
Sesekali
Nellys juga kerap blusukan ke Blok M
atau ke Cengkareng menemui teman-temannya sesama pengamen. Mereka yang berjiwa
wirausaha diberi modal untuk berdagang. Sebagian ada yang membuka kios beras
barlabel ‘Nellys Jaya’.[]

Tidak ada komentar: