Biografi Benyamin Sueb, Aktor dan Legenda Betawi
Ketika membuka Google pagi ini, Google Doodle terlihat menampilkan Benyamin Sueb di laman depannya. Pada hari ini dua tahun silam Jakarta meresmikan Taman Benyamin Sueb. Seperti apa sosok Benyamin? berikut Biografinya.
H. Benyamin Sueb adalah pelawak, aktor, sutradara dan penyanyi Indonesia yang sangat produktif dalam berkarya. Tak kurang dari 75 album music dan 53 judul film yang telah dihasilkan oleh Benyamin.
Benyamin Sueb lahir di Batavia (Jakarta), 5 Maret 1939 dan meninggal di Jakarta, 5 September 1995 pada usia 56 tahun.
Masa Kecil
Sejak kecil, Benyamin sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya. Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai imbalan.
Penampilan Ben kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Ben disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak. Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung alias Jiung yang juga pemain teater rakyat pada zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat Orkes Kaleng.
Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan alat musik itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.
Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat
berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara
kandungnya tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman
Betawi. Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan
Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan
disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering
ditraktir teman-teman sekolahnya.
SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta
lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah
Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan
kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!"
Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di
Akademi Bank Jakarta, tetapi tidak tamat.
Baru setelah menikah dengan Nonnie pada 1959 (mereka bercerai 7
Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni
musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan
Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu
Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.
Karier
Benyamin mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. Tergantung
kondisi, kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah
mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.
Ia akhirnya jadi pedagang roti dorong. Pada tahun 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima. Tidak ada pilihan lain, katanya. Pangkatnya cuma kondektur, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun tidak lama. "Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu," tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan. Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.
Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan serius diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).
Perjalanan
Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya
Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar
Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu
penyanyi terkenal di Indonesia.
Duet Ida Royani
Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani
untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida
Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan
lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar.
Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu
tersaingi.
Gambang kromong
Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik
Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik,
dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang,
kecrek, gong serta suling bambu.
Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya
Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan
jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan
dengan lagu Ondel-Ondel (1971).
Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh
masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai
Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang
Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi
jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.
Paska duet
Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben
mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis
beberapa album, di antaranya Nenamu dengan tembang andalan seperti Djanda
Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.
Dunia film
Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan
kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa
filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Si Doel Anak Betawi
serta Intan Berduri (1972) yang disutradari Sjumanjaya, semakin mengangkat
ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai
Pemeran Utama Terbaik.
Detik akhir
Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan
dunia panggung hiburan. Selain main sinetron atau film televisi (Mat Beken dan
Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock
Al-Hajj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin
menjadi andalan album tersebut.
Kontribusi seni
Dalam dunia musik, Bang Ben, begitu ia kerap disapa, adalah
seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi,
khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin
semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang
diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak
menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya,
Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.
Meninggal dunia
Dikutip dari Wikipedia, Benyamin yang telah empat belas kali
menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai
main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung.
Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat
yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet
yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi
hidupnya.
Bens Radio 106.2 FM
Benyamin S mendirikan Radio FM dengan nama Bens Radio. Didirikan
oleh Benyamin pada 5 Maret 1990. Bens Radio adalah unit Enikom Network dengan
format radio etnik, yaitu radio yang menggali potensi budaya Betawi, agar
audience dapat merasakan budayanye sendiri, berkesenian dengan tradisinye
sendiri, bertutur dan berdialog dengan bahasanya sendiri.
Budaya dan etnik betawi terus menerus berdaptasi dengan
perubahan zaman, seiring dengan perubahan karakter audience dan percepatan
teknologi serta gaya hidup. Program radio etnik dikemas dalam balutan kreatif
budaya masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Dijadikan Nama Jalan
Pada tanggal 6 Desember 1995, Pemerintah DKI Jakarta
mengabadikan nama Benyamin Sueb sebagai nama jalan di daerah Kemayoran.
Tidak ada komentar: